REFORMASI
Tugas
Kelompok
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pembimbing : Pulung Syahrir
Disusun Oleh :
1.
Dian Kusuma Pelita Sari (2010120799)
2.
Nur Irma Wahyuni (2014201301)
3.
Siti Aning Mutmainah (2014120142)
4.
Ibnu Royyan
Semester
:
I tahun 2014/2015
Kelas : 01 SAKEH
Ruang
: D210
Alamat
: Jl. Surya Kencana No.1 Pamulang-Tangerang Selatan
Telpepon :(021) 7412566
Website : www.unpam.ac.id
E-mail : info@unpam.ac.id
Telpepon :(021) 7412566
Website : www.unpam.ac.id
E-mail : info@unpam.ac.id
DAFTAR
HALAMAN
HALAMAN
JUDUL
DAFTAR
HALAMAN
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan
BAB
II PEMBAHASAN
A.Faktor
Penyebab Terjadinya Reformasi
B.Munculnya
Gerakan Reformasi Indonesia
C.Gerakan
Reformasi Indonesia
D.Kronologi
Reformasi
E.Masa
Pemerintahan Presiden Habibie
F.Dampak
Positif dan Negatif Reformasi
G.Hasil
Reformasi
H.Pandangan
Pancasila terhadap Reformasi Pancasila sebagai dasar Cita-cita Reformasi
BAB
III KESIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Reformasi
merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan
prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai
jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik,
ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan factor – faktor yang mendorong lahirnya
gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu
indikator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh
ditawar- tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung
sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa penyebab terjadinya
reformasi 1998?
2. Bagaimana keadaan Indonesia setelah
reformasi?
3. Bagaimana kronologis terjadinya
reformasi?
4. Permasalahan-permasalahan apa
saja yang terjadi pada era reformasi?
C.
TUJUAN
1. Memenuhi tugas kelompok Mata
Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
2
Mengetahui keadaan-keadaan pada saat reformasi.
3. Mengetahui kronologis terjadi
peristiwa reformasi.
4. Mengetahui akibat/dampak dari
gerakan reformasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Faktor
Penyebab Terjadinya Reformasi
1. Terbunuhnya Aktivis Universitas
Tebunuhnya para mahasiswa pada tanggal 12 Mei 1988 seakan
menjadi pasokan amunisi bagi gerakan massa untuk menwujudakan pasokan amunisi
bagi gerakan massa untuk mewujudkan reformasi sehingga setelah terbunuhnya para
mahasiswa di berbagai penjuru Indonesia mengorbankan gerakan massa pada harian
Barnas edisi 13 Mei 1998 pada halaman 1
“6
MAHASISWA TEWAS Ditembus peluru saat unjukrasa di trisakti. Aksi demonstrasi
mahasiswa di Jakarta,
selasa (12/Mei). Yang menuntut segara dilakukan informasi membawa korban . Enam
mahasiswa trisakti tertembus peluru. Meraka yang tewas adalah Mahasiswa
fakultas teknik .Elang mulia lesmana,Hartato,Hafidin Royani, serta mahasiswa
fakultas Ekonomi Hendriawan , vero, dan Alan”
Para
korban jiwa mahasiswa tersebut dalam suatu demonstrasi untuk mewujudkan
reformasi. Pembunuhan mahasiswa oleh aparat keamanan menjadi symbol kebengisan
penguasa yang tidak mau mendengarkan aspirasi mahasiswa yang diwujudkan
reformasi Indonesia dan pada saat itu keaadan di ibu kota menjadi mencekam dan diwarnai
oleh amuk masa .
(Nugroho
Trisnu Brata 2006 :88) Beberapa peristiwa perubahan social politik di
beberapa tempat juga berawal dari kasus “ pembunuhan
politik”. Lepasnya propinsi Timor-timor dari Indonesia juga dipicu dan
memperoleh “pasokan amunisi untuk
meledakan “ tuntutan lepas merdeka menjadi Negara sendiri, setelah terjadi
pembunuhan massa demonstran di kuburan santa cruz di Dili oleh militer.
2. Keadaan Mencekam Jakarta dan
Surakarta
Setelah terbunuhnya 6 Mahasiswa keadaan Jakarta sebagai ibu
kota Negara menjadi mencekam.Amok masa dalam hal ini adalah prilaku massa yang
brutal anarkis dan membabi buta,merusak,mebakar,menjarah, dan membunuh secara
kolektif oleh sejumlah massa. Para massa melakukan prilaku brutal dan anarkis
itu disebabkan karena didalam dirinya terdapat tekanan tekanan jiwa baik yang
berasal dari luar maupun dari dalam yang kemudian melakukan pelepasan tekanan
jiwa tadi kedalam prilaku secara membabi buta merusak,membakar,menjarah dan
membunuh akibat kebrutalan para massa keadaan di ibu kota menjadi mencekam
diantaranya yaitu took-toko dirusak dan mobil-mobil di bakar akibat
kerusuhan tersebut jalan jalan di ibukota menjadi lumpuh dan puluhan puluhan
mobil terbakar serta puluhan lainya rusak. Kejadian yang terjadi di Jakarta ini
merupakan tragedi yang sangat memilukan banyak korban korban yang berjatuhan
akibat terjebak gedung yang telah di bakar. Dengan brutal para massa melakukan
perusakan pembakaran dan penjarahan. Dalam hal ini Negara adikuasa, AS, juga
melakukan tekanan terhadap pemerintah Indonesia agar menghentikan kekerasan
terhadap rakyatnya
Para
demonstran selama dua hari di Jakarta pada tanggal 13 Mei 1998 atau sehari
setelah tragedi tewasnya 6 mahasiswa Trisakti dan pada tanggal 14 Mei 1998. Dan
pada harian Kedaulatan Rakyat edisi jumat 15 Mei 1998 memberitakan:
“KERUSUHAN
DI JAKARTA MELUAS. Aksi pembakaran melanda solo. Kerusuhan di solo dan sekitar.
Kamis (14/Mei) memuncak dan diwarnai berbagi aksi pembakaran pusat perdagangan,
pos polisi,pusat perbelanjaan, kantor kantor perbankan dan kendaraan bermotor.
Kawasan perumahan elit seperti di perumahan solo baru juga menjadi sasaran.
Sampai semalam situasi disolo semakin mencekam karena diseluruh kota listrik
padam.
Kerusuhan di solo berawal pada pukul
14.00 di awali dari masa yang mengikuti unjuk rasa di seputar kampus UMS
pabelan. Masa kemudian bergerak secara terpisah ke arah timur dan barat dengan
melancarkan serangan mengunakan batu
Mula mula sasaran amukan masa yaitu show room mobil timor di wilayah kleco.
Setelah puas menghancurkan show room, massa kemudian bergerak kembali ke arah
timur dan menghancurkan dealer sepeda
motor Yamaha. Di tempat tersebut 25 motor di keluarkan dan di tumpuk di tengah
jalan, lalu di bakar ramai ramai
Dari pantauan KR di lapangan, bangunan
yang habis menjadi sasaran amukan massa antara lain wisma lippo, Bank tamara,
bank BII purwosari, BCA purwosari, Mathari purwosari dan super ekonomi.
Sasaran lainya yaitu pertokoan di
bilangan secoyundan, puluhan pertokoan di jalan Slamet Riyadi. Kemudian massa
mengalihkan sasran pembakaran pada kawasan elit di solo baru. Gedunng bioskop
termegah Atrium 21 di komplek solo baru tidak luput dari aksi pembakaran,
termasuk rumah mewah milik “orang penting “ di Jakarta.
Sejak pecahnya kerusuhan di kota
solo itu, kegiatan perekonomian lumpuh total. Seluruh toko perkantoran dan
warung warung kecil serentak tutup. Aparat keamanan dari polri yang gagal
mencegah amukan massa juga di tarik dari pos posnya dan di kumpulkan di
Mapolwil,Polres,Polsek dan kantor satlantas”
Ternyata
di kota solo yang sebagai salah satu pusat kebudayaan masyarakat jawa yang adiluhung, klasik dan halus tidak mampu
mencegah prilaku masyrakat bertindak brutal dan melakukan amok massa menurut Nugroho.Trisnu B, GN Foster dan BG Anderson
(1986; 115) termasuk penyakit budaya khusus yang menjadi bagian dari
penyakit jiwa. Penyakit budaya khusus ini bias diketahui dari para misionaris
periode awal yang dihubungkan dengan kelompok kelompok ras dan etnis yang
khusus
Para
demonstarn menuntut pelakssanan reformasi Indonesia. Dengan kejadian kerusuhan
pada tanggal 13-14 Mei 1998 dan kerusuhan yang ada di Surakarta pada tanggal
14-15 Mei 1998 para aparat keamanan meningkatkan kesiagaan khususnya menghadapi
para masa demonstran yang ada diseluruh Indonesia yang akan digelar pada
tanggal 20 Mei 1998. Bagi masa depan gerakan massa mewujudkan reformasi
sendiri, berbagai kerusuhan dan anarki yang telah terjadi bisa mengancam
dan menggagalkan cita cita reformasi. Gerakan yang berkembang sekarang ini tidak
lain alat politik yang secara tersembunyi menyuarakan kepentingan politik elit
yang terlempar dari posisi-posisi startegis. Maka pesan-pesan politik sebagai
strategi menembus jalan buntu dilakukan secara tidak manusiawi, terkadang
dengan korban manusia. Disini kita dapat melihat kekejian tentang politik di
tanah air. Gerakan terus menerus secara frontal, bahkan memicu kerusuhan, di
satu sisi para aktiviss semakin tidak jelas sehingga kerusuhan menjadi tujuan
demonstrasi. Radikalisasi massa di Solo dan Jakarta tidak bisa dikendalikan
oleh para aktivis gerakan massa mewujudkan reformasi. Akan tetapi gerakan massa
reformasi juga di untungkan oleh adanya amok massa yang berupa penjarahan,
pembakaran dan perampokan arena amok massa menjadi tekanan kepada penguasa.
Presiden Suharto mundur karena adanya tekanan dari amok massa yang untuk
mlengserkan ke pemerintahannya
B.
Munculnya Gerakan Reformasi
Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan
masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, tujuan lahirnya gerakan reformasi
adalah untuk memperbaiki tatanan
perikehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan
faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu
tidak muncul secara tiba-tiba.
Banyak faktor yang mempengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32
tahun, ternyata tidak
konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata
kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak
melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila
dan UUD 1945 hanya dijadikan
legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum
lahirnya gerakan reformasi,
seperti berikut ini :
1. Krisis Politik
Pemerintah orde
baru mampu mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi namun gagal dalam
membina kehidupan politik yang demokratis, adil dan jujur. Pemerintah bersikap
otoriter, tertutup dan personal. Masyarakat yang memberikan kritik sangat mudah
dituduh sebagai anti-pemerintah, menhina kepala Negara, anti-Pancasila dan
subversive
(menentang Negara Kesatuan Republik
Indonesia). Akibatanya kehidupan berbangsa dan
bernegara yang demokratis tidak pernah terwujud dan Golkar yang menjadi Partai
yang terbesar diperalat oleh pemerintah orde baru untuk mengamankan kehendak
penguasa.
Praktik KKN
merebah di tubuh pemerintahan dan tidak mampu dicegah karena banyak pejabata
orba yang ada didalamnya. Dan anggota MPR/DPR tidak dapat menjalankan fungsinya
dengan baik dan benar karena keanggotaannya ditentukan dan mendapat restu dari
penguasa, sehingga banyak anggota yang tidak bisa bersikap kritis.
Sikap otoriter,
tertutup, tidak demokratis, serta merebaknya KKN menimbukan ketidakpercayaan
masyarakat. Gejala ini terlihat pada pemilu tahun 1992 ketika suara Golkar
berkurang cukup banyak. Sejak 1996, ketidakpuasan masyarakat pada orde baru
mulai terbuka. Muncul tokoh vocal Amien Rais serta munculnya gerakan mahasiswa
memperbesar keberanian masyarakat untuk melakukan kritik terhadap pemerintahan
orde baru.
Masalah
dwifungsi ABRI,KKN, praktik monopoli serta paket 5 UU politik adalah masalah
yang menjadi sorotan tajam mahasiswa pada saat itu. Lima paket UU politk yang
dianggap menjadi sumber ketidakadilan, yaitu diantaranya ;
1. UU No. 1 Tahun 1985 tentang
Pemilihan Umum.
2. UU No. 2 Tahun 1985 tentang
Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang MPR/DPR.
3. UU No. 3 Tahun 1985 tentang
Partai Politik dan Golongan Karya.
4. UU No. 5 Tahun 1985 tentang
Referendum.
5. UU No. 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Massa.
Apalagi setelah Soeharto terpilih
lagi sebagai Presiden RI 1998-2003, suara melentangnya semakin meluas
dimana-mana.
Puncak
perjuangan mahasiswa terjadi ketika berhasil menduduki Gedung MPR/DPR pada
tahun1998. Karena tekanan yang luar biasa dari para mahasiswa, maka pada
tanggal 21 Mei 1998 Presiden menyatakan berhenti dan diganti oleh wakilnya BJ.
Habibie.
2. Krisis Ekonomi
Dengan adanya
krisis yang melanda Negara-Negara Asia Tenggara pada bulan Juli 1996, ternyata
mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Indonesia belum mampu menghadapi
krisis global yang melanda dunia. Krisis perekonomian Indonesia diawali dengan
melemahnya nilai tukar rupiah terhadpa dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1
Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp. 2.603 per
dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp. 5000,00 per dollar AS. Bahkan pada
bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah semakin melemah dan mencapai titik
terendah yaitu Rp. 16.000,00 per dollar.
Ketika nilai
tukar rupiah semakin melemah maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 % dan
berakibat pada iklim bisnis yang semakin lesu. Akibatnya banyak perusahaan yang
gulung tikar yang berimbas pada bertambahnya jumlah pengangguran dan naiknya
tingkat kemiskinan. Selain itu daya beli menjadi rendah, dan sulit mencari
bahan-bahan kebutuhan pokok. Sejalan dengan itu pemerintah melikuidasi
bank-bank yang bermasalah serta mengeluarkan KLBI (Kredit Likuiditas Bank
Indonesia) untuk menyehatkan bank-bank yang ada dibawah pembinaan BPPN.
Krisis ekonomi
yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi seperti :
a. Hutang luar negeri
Hutang Indonesia yang sangat besar
menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun hutang itu bukan
sepenuhnya hutang Negara (hutang swasta) tetapi sangat besar pengaruhnya
terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi. Utang yang menjadi
tanggungan Negara hingga 6 Februari 1998 mencapai 63,642 Milliar dollar AS,
sedangkan utang swasta mencapai 73.692 Millar dollar AS. Akibat dari peristiwa
tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis.
Keadaan ini juga dipengaruhi oleh keadaan Perbankan Indonesia yang dianggap
tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kresit macet.
b. Indusrialisasi
Pemerintah Orde Baru ingin
menjadikan RI sebagai Negara industri. Keingin itu tidak sesuai dengan kondisi
nyata masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat
yang agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah( rata-rata).
c. Pemerintahan Sentralistik
Pemerintahan Orde Baru sangat
sentralistik sifatnya sehingga semua kebijakn ditentukan dari Jakarta. Oleh karena
itu peran pemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya
sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Pelaksanaan politik sentralistik
ini terlihat dari sebagian besar dari kekayaan di daerah-daerah diangkut ke
pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah
terhadap pemerintah pusat.
Krisis moneter
tidak hanya menimbulkan kesuliatan Keuangan Negara tetapi juga telah
menghancurkan keuangan nasional. Memasuki tahun anggaran 1998/1999, krisis
moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi lainnya. Kondisi perekonomian
semakin memburuk karena pada akhir 1997, persediaan sembako di pasaran mulai
menipis. Hal ini mengakibatkan harga-harga sembako naik secara tidak
terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat.
Untuk mengatasi
kesulitan moneter , pemerintah meminta bantuan IMF. Namun kucuran dana dari IMF
belum juga terealisasi walaupun pada tanggal 15 Januari 1998 Indonesia telah
menandatangani 50 butir kesepakatan (Letter of Inten atau LOL) dengan IMF.
Beban masyarakat pun semakin berat ketika pada tanggal 12 Mei 1998 pemerintah
mengumumkan kenaikan ongkos dan BBM. Dengan demikian, harga-harga kebutuhan
juga naik dan masyarakat pun semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.
3. Krisis Hukum
Pelaksanaan
hukum pada masa pemerintahan orde baru terdapat banyak ketidak adilan. Sejak
munculnya gerakan reformasi yang dopelopori oleh kalangan mahasiswa, masalah
hokum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat ingin menghendaki adanya
reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukan masalah hukum pada kedudukan
atau posisi yang sebenarnya.
.
4. Krisis Kepercayaan
Krisis multidimensional
yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap
kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun
kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem
peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat
banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.
C.
Gerakan Reformasi Indonesia
Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan berbangsa
dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional dalam bidang
ekonomi, politik, hukum, dan sosial budaya. Dengan semangat reformasi, rakyat
menghendaki pergantian pemimpin bangsa dan negara sebagai langkah awal, yang
menjadi pemimpin hendaknya berkemampuan, bertanggungjawab, dan peduli terhadap
nasib bangsa dan negara. Reformasi adalah pembaharuan radikal untuk perbaikan bidang sosial,
politik, atau agama (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dengan demikian, reformasi
merupakan penggantian susunan tatanan perikehidupan lama menjadi tatanan
perikehidupan baru secara hukum menuju perbaikan. Reformasi yang digalang sejak 1998 merupakan formulasi
menuju Indonesia baru dengan tatanan baru, maka diperlukan agenda reformasi
yang jelas dengan penetapan skala prioritas, pentahapan pelaksanaan, dan
kontrol agar tepat tujuan dan sasaran.
1. Tujuan Reformasi
Atas kesadaran rakyat yang dipelopori mahasiswa, dan
cendikiawan mengadakan suatu gerakan reformasi dengan tujuan utama reformasi
adalah memperbaharui tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa, bemegara, agar
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
1. Melakukan perubahan secara
serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru dalam kehidupan
berbangsaan bernegara.
2. Menata kembali seluruh struktur
kenegaraan, termasuk perundangan dan konstitusi yang menyimpang dari arah
perjuangan dan cita-cita seluruh masyarakat bangsa
3. Melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomim sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.
3. Melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomim sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.
4. Mengapus dan menghilangkan
cara-cara hidup dan kebiasaan dalam masyarakat bangsa yang tidak sesuai lagi
dengan tuntutan reformasi, seperti KKN, kekuasaan sewenang-wenang/otoriter, penyimpangan
dan penyelewengan yang lain dan sebagainya.
2. Dasar Filosofi Reformasi
Agenda
reformasi yang disuarakan mahasiswa diantaranya sebagai berikut:
(1)adili
Soeharto dan kroni-kroninya;
(2)
amandemen Undang-Undang dasar 1945;
(3)
penghapusan dwifungsi ABRI;
(4)
otonomi daerah yang seluas-luasnya;
(5)
Supermasi hukum;
(6)
pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
D.
Kronologi Reformasi
Kabinet Pembangunan VII dilantik awal Maret 1998 dalam
kondisi bangsa dan negara krisis, yang mengundang keprihatinan rakyat. Memasuki
bulan Mei 1998 mahasiswa di berbagai daerah melakukan unjuk rasa dan aksi
keprihatinan yang menuntut:
(1)
turunkan harga sembilan bahan pokok (sembako);
(2)
hapuskan korupsi, kolusi, dan nepotisme;
(3)turunkan
Soeharto dari kursi kepresidenan.
Secara
kronologi terjadinya tuntutan reformasi sampai dengan turunnya Soeharto dari
kursi kepresidenan sebagai berikut:
(1)
Pada tanggal 10 Mei 1998 perasaan tidak puas terhadap hasil pemilu dan
pembentukan Kabinet Pembangunan VII mewarnai kondisi politik Indonesia.
Kemarahan rakyat bertambah setelah pemerintah secara sepihat menaikkan harga
BBM. Namun keadaan ini tidak menghentikan Presiden Soeharto untuk mengunjungi
Mesir karena menganggap keadaan dalam negeri pasti dapat diatasi;
(2)
Pada 12 Mei 1998 semakin banyak mahasiswa yang berunjuk rasa membuat aparat
keamanan kewalahan, sehingga mereka harus ditindak lebih keras, akibatnya
bentrokan tidak dapat dihindari. Bentrokan aparat keamanan dengan mahasiswa
Universitas Trisakti Jakarta yang berunjuk rasa tanggal 12 Mei 1998
mengakibatkan empat mahasiswa tewas tertembak yaitu Hery Hartanto, Elang Mulia
Lesmana, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan serta puluhan mahasiswa dan
masyarakat mengalami luka-luka.Peristiwa ini menimbulkan masyarakat berduka dan
marah sehingga memicu kerusuhan masa pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 di Jakarta
dan sekitamya. Penjarahan terhadap pusat perbelanjaan, pembakaran toko-toko dan
fasilitas lainnya;
(3)
Pada 13 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan ikut berduka cita ats terjadinya
peristiwa Semanggi. Melalui Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan presiden
menyatakan atas nama pemerintah tidak mungkin memenuhi tuntutan para reformis
di Indonesia;
(4)
Pada 15 Mei 1998 Presiden Soeharto tiba kembali di Jakarta, oleh karena itu
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyiagakan pasukan tempur dengan
peralatannya di segala penjuru kota Jakarta;
(5)
Presiden Soeharto menerima ketatangan Harmoko selaku Ketua DPR/MPR RI yang
menyampaikan aspirasi masyarakat untuk meminta mundur dari jabatan Presiden RI;
(6) Pada 17 Mei 1998 terjadi demonstrasi
besar-besaran di gedung DPR/MPR RI untuk meminta Soeharto turun dari jabatan
presiden Republik Indonesia; (7) pada 18 Mei 1998 Ketua DPR/MPR RI Harmoko di
hadapan para wartawan mengatakan meminta sekali lagi kepada Soeharto untuk
mundur dari jabatan presiden RI;
(8)
Pada 19 Mei 1998 beberapa ulama besar, budayawan, dan toko cendiriawan bertemu
Presiden Soeharto di Istana Negara membahas reformasi dan kemungkinan mundurnya
Presiden Soeharto, mereka ini adalah : Prof. Abdul Malik Fadjar (Muhammadiyah),
KH. Abdurrahman Wahid (PB NU), Emha Ainun Nadjib (Budayawan), Nurcholis Madjid
(Direktur Universitas Paramadina Jakarta), Ali Yafie (Ketua MUI), Prof. Dr.
Yusril Ihza Mahendra (Guru Besar Universitas Indonesia), K.H. Cholil Baidowi
(Muslimin Indonesia), Sumarsono(Muhammadiyah), Ahmad Bagja (NU), K.H. Ma’ruf
Amin (NU). Sedangkan di luar aksi mahasiswa di Jakarta agak mereda saat terjadi
kerusuhan masa, tapi setelah kejadian itu pada tanggal 19 Mei 1998 mahasiswa
yang pro-reformasi berhasil menduduki gedung DPR/MPR untuk berdialog dengan
wakil rakyat walaupun mendapat penjagaan secara ketat aparat keamanan;
(9)
Pada 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berencana membentuk Komite Reformasi untuk
mengkompromikan tuntutan para demonstran. Namun, komite ini tidak pernah
menjadi kenyataan karena dalam komite yang mayoritas dari Kabinet Pembangunan
VII tidak bersedia dipilih. Pada suasana yang panas ini kaum reformis diseluruh
tanah air bersemangat untuk menuntur reformasi dibidang politik, ekonomi, dan
hukum. Maka tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa
Indonesia untuk diminta pertimbangan dalam rangka membentuk "Komite
Reformasi" yang diketuai Presiden. Namun komite ini tidak mendapat
tanggapan sehingga presiden tidak mampu membentuk Komite Reformasi dan Kabinet
Reformasi;
(10)
Dengan desakan mahasiswa dan masyarakat serta demi kepentingan nasional,
tanggal 21 Mei 1998 pukul 10.00 WIB Presiden Soeharto meleetakkan kekuasaan
didepan Mahkamah Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi
pengganti presiden; (11) pada 22 Mei 1998 setelah B.J. Habibie menerima tongkat
estafet kepemimpinan nasional maka dibentuk kabinet baru yang bernama Kabinet
Reformasi Pembangunan.
E. Masa Pemerintahan
Presiden Habibie (1998-1999)
Tugas B.J. Habibie adalah mengatasi krisis
ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, menciptakan
pemerintahan yang bersih, berwibawa bebas dari praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme. Hal ini dilakukan oleh presiden untuk menjawab tantangan era
reformasi.
1. Dasar Hukum Habibie Menjadi Presiden.
Naiknya Habibie menggantikan Soeharto
menjadi polemik dikalangan ahli hukum,ada yang mengatakan hal itu
konstitusional dan inskonstitusional. Yang mengatakan konstitusional
berpedoman Pasal 8 UUD 1945, "Bila Presiden mangkat, berhenti atau
tidak dapat melakukan kewajibannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis
waktunya". Adapun yang mengatakan inskonstitusional berlandaskan
ketentuan Pasal 9 UUD 1945, "Sebelum Presiden meangku jabatan maka
Presiden harus mengucapkan sumpah dan janji di depan MPR atau DPR". Secara
hukum materiel Habibie menjadi presiden sah dan konstitusional. Namun secara
hukum formal (hukum acara) hal itu tidak konstitusional, sebab perbuatan
hukum yang sangat penting yaitu pelimpahan wewenang dari Soeharto kepada
Habibie harus melalui acara resmi konstitusional. Saat itu DPR tidak
memungkinkan untuk bersidang, maka harus ada alasan yang kuat dan dinyatakan
sendiri oleh DPR.
2. Langkah-langkah Pemerintahan Habibie.
1. Pembentukan Kabinet.
Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan pada
tanggal 22 Mei 1998 yang meliputi perwakilan militer (TNI-PoIri), PPP, Golkar,
dan PDI.
2. Upaya Perbaikan Ekonomi.
Dengan
mewarisi kondisi ekonomi yang parah "Krisis Ekonomi"
Presiden B.J. Habibie berusaha melakukan
langkah-langkah perbaikan, antara lain :
a) Merekapitalisasi perbankan.
b) Merekonstruksi perekonomian nasional.
c) Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
d) Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga
dibawahRp. 10.000,00
e) Mengimplementasikan refbrmasi ekonomi yang disyaratkan IMF.
3. Reformasi di Bidang Politik.
Presiden mengupayakan politik Indonesia dalam
kondisi yang transparan dan merencakan pemilu yang luber dan jurdil, sehingga
dapat dibentuk lembaga tinggi negara yang betul-betui representatif. Tindakan
nyata dengan membebaskan narapidana politik diantaranya yaitu : (1) DR. Sri
Bintang Pamungkas dosen Universitas Indonesia (UI) dan mantan anggota DPR yang
masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto. (2) Mochtar Pakpahan
pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan di Medan
dalam tahun 1994.
4. Kebebasan Menyampaikan Pendapat.
Kebebasan ini pada masa sebelumnya dibatasi,
sekarang masa Habibie dibuka selebar-lebarnya baik menyampaikan pendapat dalam
bentuk rapat umum dan unjuk rasa. Dalam batas tertentu unjuk rasa merupakan
manifestasi proses demokratisasi. Maka banyak kalangan mempertanyakan mengapa
para pelaku unjuk rasa ditangkap dan diadili. Untuk menghadapi para pengunjuk
rasa Pemerintah dan DPR berhasil menciptakan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang
" kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum ".
Diberlakukannya undang-undang tersebut bukan berarti keadaan
menjadi tertib seperti yang diharapkan. Seringkali terjadi
pelanggaran oleh pengunjuk rasa maupun aparat keamanan, akibatnya banyak korban
dari pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Hal ini disebabkan oleh : (1)
Undang-undang ini belum begitu memasyarakat. (2) Pengunjuk rasa memancing
permasalahan, dan membawa senjata tajam. (3) Aparat keamanan ada .yang
terpancing oleh tingkah laku pengunjuk rasa
sehingga tidak dapat mengendalikan diri. (4) Ada pihak
tertentu yang sengaja menciptakan suasana panas agar negara menjadi kacau.
Krisis ini merupakan momentum koreksi historis bukan sekedar
lengsemya Soeharto dari kepresidenan tapi yang paling penting membangun
kelompok sipil lebih berpotensi untuk membongkar praktek KKN, otonomi daerah,
dan lain-lainnya. Dimana krisis multidimensi ini berkaitan dengan sistem
pemerintahan Orde Baru yang sentralistik yaitu kurang memperhatikan tuntutan otonomi
daerah sebab sebab segala kebijakan untuk daerah selalu ditentukan oleh
pemerintah pusat.
5. Masalah Dwi Fungsi ABRI
Gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI maka
petinggi militer bergegas-gegas melakukan reorientasi dan reposisi peran sosial
politiknya selama ini. Dengan melakukan reformasi diri melalui rumusan
paradigma baru yaitu menarik diri dari berbagai kegiatan politik.
Pada era reformasi posisi ABRI dalam MPR jumlahnya sudah
dikurangi dari 75 orang menjadi 38 orang. ABRI yang semula terdiri atas empat
angkatan yang termasuk Polri, mulai tanggal 5 Mei 1999 Kepolisian RI memisahkan
diri menjadi Kepolisian Negara RI. Istilah ABRI berubah menjadi TNI yaitu
angkatan darat, laut, dan udara.
6. Reformasi di Bidang Hukum
Pada masa pemerintahan Orde Baru telah
didengungkan pembaharuan bidang hukum namun dalam realisasinya produk hukum
tetap tidak melepaskan karakter elitnya. Misalnya UU Ketenagakerjaan tetap saja
adanya dominasi penguasa. DPR selama orde baru cenderung telah berubah fungsi,
sehingga produk yang disahkannya memihak penguasa bukan
memihak kepentingan masyarakat.
Prasyarat untuk melakukan rekonstruksi dan reformasi hukum
memerlukan reformasi politik yang melahirkan keadaan
demokratis dan DPR yang representatif mewakili kepentingan masyarakat.
Oleh karena itu pemerintah dan DPR merupaka'n kunci untuk pembongkaran dan
refbrmasi hukum. Target reformasi hukum menyangkut tiga hal, yaitu : substansi
hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan institusi
peradilan yang independen. Mengingat produk hukum Orde Baru sangat tidak
kondusif untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia, berkembangnya demokrasi
dan menghambat kreatifitas masyarakat. Adanya praktek KKN sebagai imbas dari
adanya aturan hukum yang tidak adil dan merugikan masyarakat.
7. Sidang Istimewa MPR
Salah satu jalan untuk
membuka kesempatan menyampaikan aspirasi rakyat ditengah-tengah tuntutan
reformasi total pemerintah melakasanakan Sidang Istimewa MPR pada
tanggal 10-13 Nopember 1998, diharapkan
benar-benar menyuarakan aspirasi masyarakat dengan perdebaaatan yang lebih
segar, dan terbuka.
Pada saat sidang berlangsung temyata diluar
gedung DPR/MPR Senayan suasana kian memanas oleh demonstrasi mahasiswa dan
massa sehingga anggota MPR yang bersidang mendapat tekanan untuk bekerja lebih
keras, serius, cepat sesuai tuntutan reformasi.
Sidang Istimewa MPR menghasilkan 12 ketetapan, yaitu :
a) Tap MPR No. X/MPR/1998 tentang : Pokok-pokok
Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan
dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara
b) Tap MPR
No. XI/MPR/1998 tentang : Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN
c) TapMPR No. XH/MPR/1998 tentang : Pembatasan Masa
Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indinesia.
d) Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang :
Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
e) Tap MPR No. XVI/MPR/1998 tentang : Politik
Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
f) Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang : Hak Asasi
Manusia.
g) Tap MPR No. VII/MPR/1998 tentang : Perubahan
dan Tambahan atas Tap MPR Nomor : I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib MPR
sebagaimana telah beberapa kali dirubah dan ditambah dengan ketetapan MPR yang
terakhirNomor: I/MPR/1998.
h) Tap MPR No. XIV/MPR/1998 tentang : Perubahan
dan Penambahan atas Tap MPR No. III/MPR/1998 tentang Pemilihan Umum.
i)
Tap MPR No.
III/V/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. IV/MPR/1983 tentang referendum.
j)
Tap MPR No.
IX/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN.
k) Tap MPR No. XII/MPR/1998 tentang : mencabut
Tap MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada
Presiden/Mandataris MPR RI dalam Rangka Penyukseskan dan Pengamanan Pembangunan
Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.
l)
Tap MPR No.
XVIII/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pendoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) dan penetapan
tentang Penegasan Pancasila sebagai DasarNegara.
8. Pemilihan Umum 1999
Faktor politik yang penting untuk memulihkan
krisis multidimensi di Indonesia yaitu dilaksanakan suatu pemilihan urnum
supaya dapat keluar dari krisis diperlukan pemimpin yang dipercaya rakyat. Asas
pemilihan urnum tahun 1999 adalah sebagai berikut: (1).Langsung, Pemilih
mempunyai hak secara langsung memberi suara sesuai kehendak nuraninya tanpa
perantara. (2) Umum, bahwa semua warga negara tanpa kecuali
yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia 17 tahun berhak memilih dan usia
21 tahun berhak dipilih. (3) Bebas, tiap warga negara berhak
menentukan pilihan tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun/pihak manapun.
(4) Rahasia, tiap pemilih dijamin pilihannya tidak diketahui
oleh pihak manapun dengan cara apapun (5) Jujur,
semua pihak yang terlibat dalam
penyelenggaraan pemilu (penyelenggara/pelaksana, pemerintah, pengawas,
pemantau, pemilih, dan yang terlibat secara langsung) harus bersikap dan
bertindak jujur yakni sesuai aturan yang berlaku. 6. Adil, bahwa
pcmilili dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, bebas
dari kecurangan pihak manapun. Sebagaimana yang diamanatkan dalam ketetapan
MPR, Presiden B.J. Habibie menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu
pelaksanaan pemilihan umum. Maka dicabutlah lima paket undang-undang tentang
politik yaitu UU tentang (1) Pemilu, (2) Susunan, kedudukan, tugas, dan
wewenang DPR/MPR, (3) Parpol dan Golongan Karya, (4) Referendum, (5) Organisasi
Masa. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru
yang diratifikasi pada tanggal 1 Pebruari 1999 oleh Presiden B.J. Habibie yaitu
: (1) UU Partai Politik, (2) UU Pemilihan Umum, dan (3) UU Susunan serta
Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Adanya undang-undang politik tersebut menggairahkan kehidupan
politik di Indonesia, sehingga muncul partai-partai politik yangjumlahnya cukup
banyak, tidak kurang dari 112 partai politik yang lahir dan mendaftar ke
Departemen Kehakinam namun setelah diseleksi hanya 48 partai politik yang
berhak mengikuti pemilu. Pelaksana pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum yang
terdiri atas wakil pemerintah dan parpol peserta pemilu.
Pemungutan suara dilaksanakan pada hari Kamis,
7 Juni 1999 berjalan lancar dan tidak ada kerusuhan seperti yang dikhawatirkan
masyarakat. Dalam perhitungan akhir hasil pemilu ada dua puluh satu partai
politik meraih suara untuk menduduki 462 kursi anggota DPR, yaitu
:
1) Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PD1-P : 153
kursi.
2) Partai Golongan
Karya ( Partai Golkar) :
120 kursi.
3) Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) :
58 kursi.
4) Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB) : 51 kursi.
5) Partai Amanat
Nasional (PAN) :
34 kursi.
6) Partai Bulan
Bintang (PBB) :
13 kursi
7) Partai Keadilan
(PK) :
7 kursi
8) Partai Nahdiarul
Ummah (PNU) :
5 kursi
9) Partai Demokrasi
Kasih Bangsa (PDKB) :
5 kursi
10) Partai Keadilan
Persatuan (PKP) :
4 kursi
11) Partai Demokrasi
Indonesia :
2 kursi
12) Partai Kebangkitan
Ummat (PKU) :
1 kursi
13) Partai Syarikat
Islam Indonesia (PSII) :
1 kursi
14) Partai Politik
Islam Indonesia Masyumi :
1 kursi
15) Ikatan Pendukung
Kemerdekaan Indonesia (IPKI) : 1
kursi
16)PNI-MasaMarhaen :
1 kursi
17)PNI-FrontMarhaen :
1 kursi
18) Partai Persatuan
(PP) :
1 kursi
19) Partai Daulat
Rakyat (PDR) :
1 kursi
20) Partai Bhineka
Tunggal Ika (FBI) :
1 kursi
21) Partai Katholik
Demokrat (PKD) :
1 kursi
22) TNI/POLRI :
46 kursi
9. Sidang Umum MPR Hasil Pemilu 1999
Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diketuai oleh
Jenderal (Pum) Rudini menetapkan jumlah anggota MPR berdasarkan hasil pemilu
1999 yang terdiri dari anggota DPR (462 orang wakil dari parpol dan 38 orang TNI/PoIri),
65 orang wakil-wakil Utusan Golongan, dan 135 orang Utusan Daerah. Maka MPR
melaksanakan Sidang Umum MPR Tahun 1999 tanggal 21 Oktober 1999. Sidang
mengesahkan Prof. DR. H. Muhammad Amin Rais, MA (PAN) sebagai Ketua MPR, dan
Ir. Akbar Tandjung (Partai Golkar) sebagai Ketua DPR.
Dalam pencalonan presiden muncul tiga nama calon yang diajukan
oleh fraksi-fraksi di MPR, yaitu KH Abdurrahman Wahid (PKB), Hj.Megawati
Soekamoputri (PDI-P), Prof.DR. Yusril Ihza Mahendra, SH, MSc (PBB), Namun
sebelum pemilihan Yusril mengundurkan diri. Hasil pemilihan dilaksanakan secara
voting KH. Abdurrahman Wahid mendapat 373 suara, Megawati mendapat 313 suara,
dan 5 abstein. Dalam pemilihan wakil presiden dengan calon Hj.Megawati
Soekamoputri (PDI-P) dan DR. Hamzah Haz (PPP) dimenangkan
oleh Megawati Soekamoputri.
Pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden KH
Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekamoputri menyusun Kabinet
Persatuan Nasional, yang terdiri dari: 3 Menteri Koordinator (Menko Polkam,
Menko Ekuin, dan Menko Kesra), 16 menteri yang memimpin departemen, 13 Menteri
Negara.
Pemerintahan Presiden KH.Abdurrahman Wahid (1999-2001) ini tidak
dapat berlangsung lama pada akhir Juli 2001 jatuh lewat Sidang Istimewa MPR
akibat perseteraunnya dengan DPR dan kasus Brunaigate serta Buloggate, kemudian
melalui Sidang Istimewa MPR yang kemudian melantik Wakil Presiden Hj.Megawati
Sukamoputri menjadi Presiden RI ke-5 (2001 - 2004) dan DR. H.Hamzah Haz dari
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi Wakil Presiden RI ke-9 (2001 -
2004).
F. DAMPAK POSITIF DAN
NEGATIF REFORMASI
Sesuai dengan tujuan reformasi yang telah
disebutkan pada pembahasan sebelumnya, yaitu tiada lain adalah untuk
kesejahteraan rakyat. Namun, sesungguhnya reformasi memiliki 2 dampak
sekaligus, yaitu :
1.
Dampak Positif
Yaitu
reformasi telah menghasilkanmobilitas vertical, misalnya para politisi yang
dapat memasuki kancah politik pasca reformasi. Kyai, ustadz, aktivis
organisasi, dan kaum terpelajar kemudian memasuki kancah politik. Andaikan
tidak ada reformasi, maka sangat tidak mungkinseorang aktivis organisasi,
pengusuha, dan bahkankyai dapat menjadi bupati, gebernur apalagi menteri
2.
Dampak Negatif
Yaitu reformasi telah menghasilkan
banyak orang yang kemudian memasuki rumah tahanan (rutan), karena kesalahan
yang dilakukannya. Rutan pun kemudian dimasuki oleh para terpelajar, kaum
terdidik, para aktivis partai dan juga kaum birokrat. Seandainya tidak ada
reformasi, maka juga kecil kemungkinan kyai, aktivis organisasi atau lainnya
terjerat kasus politik seperti sekarang. Jadi reformasi bermata dua: positif
dan negatif.
Reformasi memang menjadi arena
berbagai tarikan kepentingan. Tarikan politik adalah yang paling menarik.
Hingga saat ini pertarungan kepentingan begitu tampak menonjol. Dalam masa
reformasi maka sudah terdapat beberapa kali pilihan umum. Benturan aturan pun
juga tidak terhindarkan. Sebagai akibat reformasi di bidang hukum, maka
berbagai gugatan tentang produk politik juga muncul luar biasa. Hal ini hampir
tidak dijumpai di era Orde baru. Dalam sistem otoriter, maka nyaris tidak
dimungkinkan adanya gugatan politik oleh partai politik yang kalah. Namun di
era reformasi ini maka semuanya bisa melakukan gugatan hukum terhadap persoalan
politik. Yang terakhir, pasca pilpres tentunya adalah gugatan terhadap
keputusan KPU tentang penetapan daftar anggota legislatif terpilih. Ketika
Mahkamah Agung membatalkan keputusan KPU tersebut maka pro-kontra pun terjadi.
Bahkan juga sudah sampai tahapan saling mengancam akan mengerahkan massanya.
Negeri ini memang penuh paradoks.
Anggota legislatif yang memiliki wewenang untuk melakukan legislasi, membuat
aturan, kebijakan dan hal-hal lain yang terkait dengan perencanaan program
pemerintah justru menjadi lembaga yang paling banyak disorot karena banyaknya
kasus korupsi. Kasus P2SEM adalah cermin bagi semuanya bahwa ada sesuatu yang
harus selalu dicermati terkait dengan program-program pembangunan. Makanya
melakukan pengawasan anggaran menjadi sangat penting. Jika seperti ini, maka
memberdayakan masyarakat untuk melek anggaran dan pentingnya transparansi
anggaran dirasakan sebagai sesuatu yang sangat mendesak.
Oleh karena itu, agar didapati trust
yang membudaya di masyarakat, maka semuanya harus bersia-sekata untuk melawan
berbagai penyimpangan terutama yang terkait dengan program pemberdayaan
masyarakat.
G. HASIL REFORMASI
Cendekiawan Prof Dr Nurcholish Madjid (Cak Nur)
memaparkan siklus 20 tahunan dalam sejarah modern bangsa Indonesia ketika
berbicara di depan mahasiswa Indonesia di Kairo, Senin malam. Menurut Cak Nur,
sejarah Indonesia mempunyai siklus 20 tahunan, dimulai sejak berdirinya Boedi
Oetomo 1905 yang kemudian menghasilkan Sumpah Pemuda 1928. Berdasarkan teori
siklus itu, Cak Nur memprediksi bahwa buah reformasi 1998 baru akan dirasakan
bangsa Indonesia 20 tahun mendatang. "Proses reformasi itu memiliki dimensi
waktu. Jadi, kita akan mengetahui hasil reformasi ini 20 tahun lagi,"
Banyak kalanganyang menginginkan hasil reformasi secepatnya. Hal itu
dianggapnya sebagai kesalah pahaman. "Padahal, proses reformasi itu
berjenjang, dan sekitar 2025 baru kita mengetahui hasilnya. Proses perkembangan
sejarah Indonesia modern mulai berdirinya Boedi Oetomo pada1905 hingga
munculnya tuntutan reformasi dengan jatuhnya Soeharto, Mei 1998."Boedi
Oetomo merupakan pijakan awal proses berdirinya negara Indoneia modern.
Perjuangan itu
melahirkan Sumpah Pemuda 23 tahun kemudian, yaitu pada 1928. Proses itu
berlangsung terus hingga kemerdekaan Indonesia pada 1945, juga 23 tahun
kemudian.
H.
Pandangan pancasila terhadap reformasi Pancasila Sebagai Dasar Cita-Cita
Reformasi
Rumusan Pancasila
sebagai dasar filosofi dan sekaligus sumber ideologi negara Indonesia
sebenarnya cukup mantap secara teoretik konstitusional. Kemasan formulasi
Pancasila yang singkat, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan, adalah sebuah
kreasi agung yang pernah diciptakan pendiri negara ini. Namun dasar filosofi
yang dahsyat ini gagal diterjemahkan untuk mencapai tujuan kemerdekaan, berupa
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam perjalanan
sejarah Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia, nampaknya tidak diletakkan dalam kedudukan dan fungsi
yang sebenarnya. Pada masa Orde Lama, terjadi pelaksanaan negara yang secara
jelas menyimpang bahkan bertentangan, misalnya Manipol Usdek dan Nasakom yang
bertentangan dengan Pancasila, pengangkatan Presiden seumur hidup, serta
praktek-praktek kekuasaan diktator. Pada masa Orde Baru, Pancasila digunakan
sebagai alat legitimasi politik oleh penguasa, sehingga kedudukan Pancasila
sebagai sumber nilai dikaburkan dengan praktek kebijaksanaan pelaksana penguasa
negara. Misalnya, setiap kebijaksanaan penguasa negara senantiasa berlindung di
balik ideologi Pancasila, sehingga mengakibatkan setiap warga negara yang tidak
mendukung kebijaksanaan tersebut dianggap bertentangan dengan Pancasila. Asas
kekeluargaan sebagaimana terkandung dalam nilai Pancasila disalahgunakan
menjadi praktek nepotisme sehingga merajalela kolusi dan korupsi.
Oleh karena itu,
gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam perspektif Pancasila sebagai
landasan cita-cita dan ideologi (Hamengkubuwono X, 1998: 8). Sebab, tanpa
adanya suatu dasar nilai yang jelas, suatu reformasi akan mengarah pada suatu
disintegrasi, anarkisme, brutalisme, serta pada akhirnya menuju pada kehancuran
bengsa dan negara Indonesia. Pada hakikatnya, reformasi dalam perspektif
Pancasila harus berdasarkan pada nilai-nilai antara lain :
1. Ketuhanan yang maha esa
Reformasi
yang Berketuhanan Yang Maha Esa berarti bahwa suatu gerakan ke arah perubahan
harus mengarah pada suatu kondisi yang lebih baik bagi kehidupan manusia
sebagai makhluk Tuhan. Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa pada
hakikatnya adalah sebagai makhluk yang sempurna yang berakal budi, sehingga
senantiasa bersifat dinamis yang selalu melakukan suatu perubahan ke arah
kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, reformasi harus berlandaskan moral
religius dan hasil reformasi harus meningkatkan kehidupan keagamaan. Reformasi
yang dijiwai nilai-nilai religius tidak membenarkan pengrusakan, penganiayaan,
merugikan orang lain, serta bentuk-bentuk kekerasan lainnya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Reformasi
yang berkemanusiaan yang adil dan beradab berarti bahwa reformasi harus
dilakukan dengan dasar-dasar nilai martabat manusia yang beradab. Oleh karena
itu, reformasi harus dilandasi oleh moral yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, bahkan reformasi mentargetkan ke arah penataan kembali suatu
kehidupan negara yang menghargai harkat dan martabat manusia yang secara jelas
menghargai hak-hak asasi manusia. Reformasi menentang segala praktek
eksploitasi, penindasan oleh manusia terhadap manusia lain atau oleh suatu
golongan terhadap golongan lain, bahkan oleh penguasa terhadap rakyatnya. Untuk
bangsa yang majemuk seperti bangsa Indonesia, semangat reformasi yang berdasar
pada kemanusiaan menentang praktek-praktek yang mengarah pada diskriminasi dan
dominasi sosial, baik alasan perbedaan suku, ras, asal-usul, maupun agama.
Reformasi yang dijiwai nilai-nilai kemanusiaan tidak membenarkan perilaku yang
biadab, seperti membakar, menganiaya, menjarah, memperkosa, dan bentuk-bentuk
kebrutalan lainnya yang mengarah pada praktek anarkisme. Reformasi yang
berkemanusiaan pun harus memberantas sampai tuntas masalah Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN), yang telah sedemikian menakar pada kehidupan kenegaraan
pemerintahan Orde Baru.
3. Persatuan Indonesia
Semangat
reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan, sehingga reformasi harus
menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia. Reformasi harus
menghindarkan diri dari [raktek-praktek yang mengarah pada disintegrasi bangsa,
upaya separatisme, baik atas dasar kedaerahan, suku, maupun agama. Reformasi
memiliki makna menata kembali kehidupan bangsa dalam bernegara, sehingga
reformasi harus mengarah pada lebih kuatnya persatuan dan kesatuan bangsa, dan
reformasi juga harus senantiasa dijiwai asas kebersamaan sebagai suatu bangsa
Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Semangat
dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan karena permasalahan dasar
gerakan reformasi adalah pada prinsip kerakyatan. Penataan kembali secara
menyeluruh dalam segala aspek pelaksanaan pemerintahan negara harus meletakkan
kerakyatan sebagai paradigmanya. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara yang
benar-benar bersifat demokratis, artinya rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi dalam negara. Oleh karena itu, semangat reformasi menentang segala
bentuk penyimpangan demokratis, seperti kediktatoran (baik yang bersifat
langsung maupun tidak langsung), feodalisme, maupun, totaliterianisme. Asas
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan menghendaki terwujudnya
masyarakat demokratis. Kecenderungan munculnya diktator mayoritas melalui aksi
massa harus diarahkan pada asas kebersamaan hidup rakyat agar tidak mengarah
pada anarkisme. Oleh karena itu, penataan kembali mekanisme demokrasi seperti
pemilihan anggota DPR, MPR, pelaksanaan Pemilu beserta perangkat
perundang-undangan, pada hakikatnya adalah untuk mengembalikan tatanan negara
pada asas demokrasi yang bersumber pada kerakyatan sebagaiman terkandung dalam
sila keempat Pancasila.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Visi
dasar reformasi haruslah jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan
penataan kembali dalam berbagai bidang kehidupan negara harus bertujuan untuk
mewujudkan tujuan bersama sebagai negara hukum yaitu “Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”. Oleh karena itu, hendaklah disadari bahwa gerakan
reformasi yang melakukan perubahan dan penataan kembali pada hakikatnya bukan
hanya bertujuan demi perubahan itu sendiri, melainkan perubahan dan penataan
demi kehidupan bersama yang berkeadilan. Perlindungan terhadap hak asasi, peradilan
yang benar-benar bebas dari kekuasaan, serta legalitas dalam arti hukum harus
benar-benar dapat terwujudkan, sehingga rakyat benar-benar menikmati hak serta
kewajibannya berdasarkan prinsip-prinsip keadilan hukum terutama aparat
pelaksana dan penegak hukum adalah merupakan target reformasi yang mendesak
untuk terciptanya suatu keadilan dalam kehidupan rakyat
BAB III
KESIMPULAN
Reformasi merupakan gerakan moral untuk
menjawab ketidak puasan dan keprihatinan atas kehidupan politik, ekonomi,
hukum, dan social. Reformasi bertujuan
untuk menata kembali kehidupan berma-sayarakat, berbangsa, dan
bernegara yang lebih baik berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila. Dengan
demikian, hakikat gerakan reformasi bukan untuk menjatuhkan pemerintahan orde
baru, apalagi untuk menurunkan Suharto dari kursi kepresidenan Namun, karena
pemerintahan orde baru pimpinan Suharto dipandang tidak mampu mengatasi
persoalan bangsa dan negara, maka Suharto diminta untuk
mengundurkan secara legawa dan ikhlas demi perbaikan kehidupan bangsa dan Negara Indonesia yang akan dating. Reformasi yang tidak terkontrol akan kehilangan arah, dan bahkan cenderung menyimpang dari norma-norma hukum. Dengan demikian, cita-cita reformasi yang telah banyak sekali menimbulkan korban baik jiwa maupun harta akan gagal. Untuk itu, kita sebagi pelajar Indonesia harus dan wajib penjaga kelangsungan reformasi agar berjalan sesuai dengan harapan para pahlawan reformasi yang gugur.
mengundurkan secara legawa dan ikhlas demi perbaikan kehidupan bangsa dan Negara Indonesia yang akan dating. Reformasi yang tidak terkontrol akan kehilangan arah, dan bahkan cenderung menyimpang dari norma-norma hukum. Dengan demikian, cita-cita reformasi yang telah banyak sekali menimbulkan korban baik jiwa maupun harta akan gagal. Untuk itu, kita sebagi pelajar Indonesia harus dan wajib penjaga kelangsungan reformasi agar berjalan sesuai dengan harapan para pahlawan reformasi yang gugur.
DAFTAR
PUSTAKA
Brata Trisnu Nugroho.2006. Prahara Reformasi Mei 1998.semarang:UPT
UNNES Press,2006.
Kerusuhan Mei 1998; Wikipedia Bahasa
Indonesia, Ensiklopedia Bebas:
Tragedi Trisakti; Dari Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas;
Reformasi Indonesia; Waktu Akses
September 2011; http://www.diaryapipah.com/2011/11/reformasi-indonesia.html